Entri Populer

Sabtu, 10 November 2012

KISAH TELADAN


KISAH 2 ORANG SAHABAT
Pada suatu hari , hiduplah 2 orang sahabat karib yang telah bersahabat sejak mereka masih kecil. Satu hari, mereka berniat u tuk pergi ke sebuah pulau terpencil yang liar dan tidak berpenghuni. Hal ini untuk menguji siapa di antara mereka yang lebih dekat kepada ALLAH SWT.
Akhirnya, keduanya telah sampai pada pulau yang dituju. Dan keduanya berpisah untuk mencari jalan hidup mereka sendiri. Kemudian salah seorang sahabat memohon kepada ALLAH SWT :
“ Ya Allah, hamba-Mu ini merasa lapar . perkenankanlah hamba untuk mendapat makanan.” Kemudian ia masuk ke dalam hutan dan ia menemukan buah – buahan yang sangat segar dan banyak. Dengan nikmat ia menyantap buah- buahan tanpa memikirkan nasib sahabat nya yang kini sedang kelaparan. Ia menganggap bahwa ALLAH tidak mendengar doa - doa sahabatnya.
Cuaca di pulau tersebut sangat tidak menentu , mereka sering tertimpa panas , hujan, angin dan badai. Kemudian salah seorang sahabat kembali berdo’a .” ya Allah, perkenankanlah hamba untuk mendapatkan tempat berteduh”. Tak lama ia berjalan , ia menemukan sebuah gubug yang masih bagus dan bisa ia gunakan sebagai tempat tinggal. Ia tak menghiraukan sahabatnya yang hanya berteduh dibawah pepohonan yang ada.
Hari demi hari berlalu, sahabat itu kembali berdo’a . “ Ya Allah, sekian lama hamba hidup disisni seorang diri. Hamba merasa sangat kesepian , perkenankanlah hamba untuk mendapat pendamping hidup.pada saat ia sedang mencari makan, dijumapainya seorang gadis muda yang tersesat di hutan itu, kemudian ia mempersunting gadis tersebut sebagai istrinya tanpa memikirkan nasib sahabatnya yang kini hidup kesepian tanpa seorang teman.
Akhir cerita , sahabat tersebut memutuskan untuk kembali pulang ke daerah asalnya bersama dengan istrinya. Ia berdoa pada ALLAH agar diberi jalan pulang. Dan diapun menemukan sebuah perahu yang terdampar di pulau tersebut dan akhirnya perahu tersebut digunakannya dengan istri nya pulang dengan meninggailak sahabatnya yang masih berada di pulau tersebut sendirian. Pada saat di jalan pulang ia mendengar suara dari langit.” ENGKAU UMAT MANUSIA, KENAPA ENGAKAU TIDAK MENGAJAK SAHABATMU UNTUK PULANG DENGANMU ?
Sahabat itu menjawab : “ KENAPA AKU HARUS MENGAJAKNYA PULANG ? DIA TIDAK DEKAT DENGAN ALLAH SWT, TAK SATUPUN PERMINTAANNYA TERKABUL. AKULAH YANG LEBIH DEKAT DENGAN ALLAH.
Suara ghaib itu menjawab , “ TAK TAHU KAH KAMU BAHWA APA YANG DIA MINTA SEMUANYA TERKABUL ?”
Sahabat tersebut menjawab : “MEMANG APA YANG DIA MINTA ?
Suara ghaib menjawab , “ SESUNGGUHNYA DIA BERDO’A : “ YA ALLAH KABULKANLAH SEMUA DO’A DAN PINTA SAHABATKU YA ALLAH !”
Mendengar pernyataan tersebut , sang sahabat menangis tersedu- sedu dengan penuh penyesalan dan baru ia sadari bahwa sahabatnya selama ini telah banayk berkorban untuknya.
Saudara- saudara yang berbahagia, janganlah kita merasa bangga dan merasa telah dekat keada ALLAH ketika IA telah memberikan segala bentuk kenikmatan kepada kita. Namun, jadikanlah segala kenikmatan yang telah kita dapat ini sebagai ajang untuk berinstropeksi dan koreksi diri . tetaplah menjaga toleransi dengan orang di sekitar kita karena tanpa kita sadari mereka memiliki peran penting dalam kehiduapan kita .









TELADAN DARI SEEKOR BURUNG GAGAK HITAM.
          Cerita ini berawal ketika ada seorang anak yang beranjak remaja dan juga ayah dari anak tersebut.  Pada suatu pagi ketika anak dan ayahnya sedang berada di depan rumah, hinggaplah seekor burung gagak di pagar rumah mereka . sang ayah bertanya kepada anaknya.
“ nak, apa itu ?” sang anak menjawab denagn senyuman manis dan nada yang sangat halus , “ ayah, itu dalah seekor burung gagak “.
Kemudian sang ayah kembali bertanya , “ nak, apa itu ?”. sang anak tersenyum dan menjawab , “ ayah, itu adalah burung gagak . “
Sang ayah kembali bertanya . “ nak, itu apa ?”. sang anak merasa heran dan menjawab “ ayah, itu burung gagak “.
Sang ayah bertanya lagi , “ nak, itu burung apa ?”. sang anak merasa kesal dan menjawab dengan nada tinggi .” AYAH, ITU BURUNG GAGAK”.
Mendengar jawaban anaknya, sang ayah langsung masuk rumah dan membuka catatan yang ia tulis 14 tahun lalu, ketika anaknya baru berusia 2 tahun.
Isi catatan itu adalah :
Pada suatu hari, ketika sang ayah sedang mengajak bermain anaknya di depan rumah, hinggaplah seekor burung gagak hitam di pagar rumah mereka .
sang anak pun bertanya pada sang ayah “ ayah, itu apa ? sang ayah menjawab dengan nada yang sangat halus “ anakku , itu adalah burung gagak “.
Sang anak kembali bertanya “ ayah, itu apa ?” . ayah menjawab dengan senyum manis “ nak, itu burung gagak “.
Sang anak tetap bertanya “ ayah, itu apa ?” . sang ayah tersenyum dan menjawabdengan dengan sabar , “ anakku, itu adalah burung gagak”.
Pertanyaan tersebut berulang – ulang disampaikan oleh sang anak, namun sang ayah tetap sabar da teresnyum menjawab pertanyaan anaknya.


Dari catatan ayah dapat kita simpulakan bagaimana perbedaan sebuah sikap yang dilayangkan oleh seorang ayah dan anak. Ayah begitu  sabar merawat kita , segala sifat mulia ia berlakukan kepada kita karena ia tak ingin setetes air mata jatuh dari pelupuk mata kita sebagai anak. Namun, apa perlakuan kita kepada ayah kita ? terkadang kita terlalu egois kepada ayah kita. Perlakuan kasar sering kita layangkan kepadanya. Seakan kita tak pernah memikirkan apa yang ayah rasakan. Tak sadarkah kita, bahwa tetes keringat darinya adalah sebuah perjuangan agar kita dapat bahagia, agar kita bisa mndapat apa yang kita inginkan. Sadarlah, bahwa kita tak bisa hidup tanpa ibu dan ayah kita. Maka janganlah sekali- kali kita memandang lemah orang tua kita. Sesungguhnya mereka telah menghadapi pahitnya kehidupan yang belum tentu bisa kita hadapi. Garis wajahnya telah jelas – jelas menggambarkan kekuatan teramat dasyat. Ia hanya ingin melihat anak - anaknya bahagia.mski ia tidak sebahagia yang kita bayangkan. Sadarlah bahwa kita butuh kembali kepadanya.sebelum ajal menjemputnya , berikanlah kebahgiaan kepada keduanya.hadirkanlah selalu wajahnya dalam setiap sholat yang kita lakukan. Do’akan kebahagiaan untuknya. Doakan agar ALLAH memasukannya kedalam surga atas begitu besar pengorbanan yang ia lakukan untuk kita, anak- anaknya. Merekalah yang telah merawat kita, tanpa keluh kesah . sebelum terlambat , berikanlah kebahagiaan untuknya.


MAKNA SEBUAH PEKERJAAN.
Seorang eksekutif muda sedang beristirahat siang di sebuah kafe terbuka. Sambil sibuk mengetik di laptopnya, saat itu seorang gadis kecil membawa beberapa tangkai bunga menghampirinya.
“ om beli bunga Om.”
“ tidak dik, saya tidak butuh. “ ujar eksekutif muda tersebut yang tetap skibuk mengetik.
“ satu saja om, kan bunganya bisa untuk kekasih atau istri om” . rayu si gadis kecil.
Setengah kesal dengan nada tinggi karena merasa terganggu, pemuda itu berkata, “ Adik kecil, tidak melihat om sedang sibuk ? kapan – kapan ya dik kalo om butuh, om akan beli bunga dari kamu. “
Mendengar ucapan si pemuda, gadis kecil itupun bealih ke orang – orang yang berlalu – lalang di sekitar kafe itu. Setelah menyelesaikan makan siangnya, si pemuda segera beranjak dari kafe itu.saat berjalan keluar kafe itu, ia berjumpa lagi dengan gadis kecil itu dan kembali mendekatinya dan gadis kecil itu pun berkata , “ om, sudah seleasai kerka kan ? sekarang beli bunganya dong om ? pinta gadis kecil itu. “ murah kok om. Satu tangaki saja” tambah gadis kecil itu.
Bercampur antara jengkel dan kasihan si pemuda itupun mengambil uang dari sakunya dan memberiakn uang 2000-an kepada gadis kecil itu. Si gadis kecil itu pun mengambil uang tersebut dan memberikan uang tersebut kepada pengemis yang ada di tepi jalan. Si pemuda itupun mersa heran dan sedikit tersinggung.
“ kenapa kamu tidak mengambil uang tersebut, malah kamu berikan kepada pengemis itu ? “ tanya si pemuda itu. Gadis kecil menjawab “ maaf om, saya sudah berjanji pada ibu saya bahwa saya harus menjual bunga- bunga ini dan bukan mendapat uang dari meminta – minta. Ibu say selalu berpesan walaupun tidak punya uangkita tidak boleh menjadi pengemis.”
Pemuda itu tertegun, betapa ia mendapatkan pelajaran yang sangat berharga dari seorang anak kecil bahawa kerja adalah sebuah kehormatan, meski hasil tadak seberapa tetapi keringat yang menetesdari hasil kerja keras adalah sebuah kebanggaan. Si pemuda itupun akhirnya mengambil dompetnya dan membeli semua bunga- bunga itu. Bukan karena kasihan, tapi karena semangat kerja dan keyakinan si anak kecil yang memberinya pelajaran berharga hari itu.
Tidak jarang kita menghargai pekerjaan sebatas pada uang atau upah yang kita terima . kerja akan bernilai lebih jika itu menjadi kebanggaan bagi kita. Sekecil apapun peran dalam sebuah pekerjaan, jika kita kerjakan denagn sungguh – sungguh akan memberi nilai kepada manusia itu sendiri. Denagn begitu, setiap tetes keringat yang mengucur akan menjadi sebuah kehormatan yang pantas kita perjuangkan.

Tuhan Beri Aku Waktu Satu Jam Saja
oleh Rendi Handoko Therichmotivator pada 8 Desember 2011 pukul 10:32 ·
Tuhan, Beri Aku Waktu Satu Jam Saja

Los Felidas adalah nama sebuah jalan di ibu kota sebuah negara di Amerika Selatan, yang terletak di kawasan terkumuh diseluruh kota .
Ada sebuah kisah yang menyebabkan jalan itu begitu dikenang orang, dan itu dimulai dari kisah seorang pengemis wanita yang juga ibu seorang gadis kecil. Tidak seorangpun yang tahu nama aslinya, tapi beberapa orang tahu sedikit masa lalunya, yaitu bahwa ia bukan penduduk asli disitu, melainkan dibawa oleh suaminya dari kampung halamannya.
Seperti kebanyakan kota besar di dunia ini, kehidupan masyarakat kota terlalu berat untuk mereka, dan belum setahun mereka di kota itu, mereka kehabisan seluruh uangnya, dan pada suatu pagi mereka sadar bahwa mereka tidak tahu dimana mereka tidur malam nanti dan tidak sepeserpun uang ada di kantong.
Padahal mereka sedang menggendong bayi mereka yang berumur 1 tahun. Dalam keadaan panik dan putus asa, mereka berjalan dari satu jalan ke jalan lainnya, dan akhirnya tiba di sebuah jalan sepi dimana puing-puing sebuah toko seperti memberi mereka sedikit tempat untuk berteduh..
Saat itu angin Desember bertiup kencang, membawa titik-titik air yang dingin. Ketika mereka beristirahat dibawah atap toko itu, sang suami berkata: “Saya harus meninggalkan kalian sekarang. Saya harus mendapatkan pekerjaan, apapun, kalau tidak malam nanti kita akan tidur disini.” Setelah mencium bayinya ia pergi. Dan ia tidak pernah kembali.
Tak seorangpun yang tahu pasti kemana pria itu pergi, tapi beberapa orang seperti melihatnya menumpang kapal yang menuju ke Afrika. Selama beberapa hari berikutnya sang ibu yang malang terus menunggu kedatangan suaminya, dan bila malam tidur di emperan toko itu.
Pada hari ketiga, ketika mereka sudah kehabisan susu,orang-orang yang lewat mulai memberi mereka uang kecil, dan jadilah mereka pengemis di sana selama 6 bulan berikutnya. Pada suatu hari, tergerak oleh semangat untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik, ibu itu bangkit dan memutuskan untuk bekerja.
Masalahnya adalah di mana ia harus menitipkan anaknya, yang kini sudah hampir 2 tahun, dan tampak amat cantik jelita. Tampaknya tidak ada jalan lain kecuali meninggalkan anak itu disitu dan berharap agar nasib tidak memperburuk keadaan mereka. Suatu pagi ia berpesan pada anak gadisnya, agar ia tidak kemana-mana, tidak ikut siapapun yang mengajaknya pergi atau menawarkan gula-gula.
Pendek kata, gadis kecil itu tidak boleh berhubungan dengan siapapun selama ibunya tidak ditempat. “Dalam beberapa hari mama akan mendapatkan cukup uang untuk menyewa kamar kecil yang berpintu, dan kita tidak lagi tidur dengan angin di rambut kita”. Gadis itu mematuhi pesan ibunya dengan penuh kesungguhan. Maka sang ibu mengatur kotak kardus dimana mereka tinggal selama 7 bulan agar tampak kosong, dan membaringkan anaknya dengan hati-hati di dalamnya. Di sebelahnya ia meletakkan sepotong roti… Kemudian, dengan mata basah ibu itu menuju ke pabrik sepatu, di mana ia bekerja sebagai pemotong kulit.
Begitulah kehidupan mereka selama beberapa hari, hingga di kantong sang Ibu kini terdapat cukup uang untuk menyewa sebuah kamar berpintu di daerah kumuh. Dengan suka cita ia menuju ke penginapan orang-orang miskin itu, dan membayar uang muka sewa kamarnya. Tapi siang itu juga sepasang suami istri pengemis yang moralnya amat rendah menculik gadis cilik itu dengan paksa, dan membawanya sejauh 300 kilometer ke pusat kota …
Di situ mereka mendandani gadis cilik itu dengan baju baru, membedaki wajahnya, menyisir rambutnya dan membawanya ke sebuah rumah mewah dipusat kota . Di situ gadis cilik itu dijual. Pembelinya adalah pasangan suami istri dokter yang kaya, yang tidak pernah bisa punya anak sendiri walaupun mereka telah menikah selama 18 tahun.
Mereka memberi nama anak gadis itu Serrafona, dan mereka memanjakannya dengan amat sangat. Di tengah-tengah kemewahan istana itulah gadis kecil itu tumbuh dewasa. Ia belajar kebiasaan-kebiasaan orang terpelajar seperti merangkai bunga, menulis puisi dan bermain piano. Ia bergabung dengan kalangan-kalangan kelas atas, dan mengendarai Mercedes Benz kemanapun ia pergi.
Satu hal yang baru terjadi menyusul hal lainnya,dan bumi terus berputar tanpa kenal istirahat. Pada umurnya yang ke-24, Serrafona dikenal sebagai anak gadis Gubernur yang amat jelita, yang pandai bermain piano, yang aktif di gereja, dan yang sedang menyelesaikan gelar dokternya. Ia adalah figur gadis yang menjadi impian tiap pemuda, tapi cintanya direbut oleh seorang dokter muda yang welas asih, yang bernama Geraldo.
Setahun setelah pernikahan mereka, ayahnya wafat, dan Serrafona beserta suaminya mewarisi beberapa perusahaan dan sebuah real-estate sebesar 14 hektar yang diisi dengan taman bunga dan istana yang paling megah di kota itu. Menjelang hari ulang tahunnya yang ke-27, sesuatu terjadi yang merubah kehidupan wanita itu. Pagi itu Serrafona sedang membersihkan kamar mendiang ayahnya yang sudah tidak pernah dipakai lagi, dan di laci meja kerja ayahnya ia melihat selembar foto seorang anak bayi yang digendong sepasang suami istri. Selimut yang dipakai untuk menggendong bayi itu lusuh, dan bayi itu sendiri tampak tidak terurus, karena walaupun wajahnya dilapisi bedak tetapi rambutnya tetap kusam.
Sesuatu di telinga kiri bayi itu membuat jantungnya berdegup kencang. Ia mengambil kaca pembesar dan mengkonsentrasikan pandangannya pada telinga kiri itu. Kemudian ia membuka lemarinya sendiri, dan mengeluarkan sebuah kotak kayu mahoni. Di dalam kotak yang berukiran indah itu dia menyimpan seluruh barang-barang pribadinya, dari kalung-kalung berlian hingga surat-surat pribadi. Tapi diantara benda-benda mewah itu terdapat sesuatu terbungkus kapas kecil, sebentuk anting-anting melingkar yang amat sederhana, ringan dan bukan emas murni.
Ibunya almarhum memberinya benda itu sambil berpesan untuk tidak kehilangan benda itu. Ia sempat bertanya, kalau itu anting-anting, di mana satunya. Ibunya menjawab bahwa hanya itu yang ia punya. Serrafona menaruh anting-anting itu didekat foto.
Sekali lagi ia mengerahkan seluruh kemampuan melihatnya dan perlahan-lahan air matanya berlinang . Kini tak ada keragu-raguan lagi bahwa bayi itu adalah dirinya sendiri. Tapi kedua pria wanita yang menggendongnya, yang tersenyum dibuat-buat, belum penah dilihatnya sama sekali. Foto itu seolah membuka pintu lebar-lebar pada ruangan yang selama ini mengungkungi pertanyaan-pertanyaannya, misalnya: kenapa bentuk wajahnya berbeda dengan wajah kedua orang tuanya, kenapa ia tidak menuruni golongan darah ayahnya..
Saat itulah, sepotong ingatan yang sudah seperempat abad terpendam, berkilat di benaknya, bayangan seorang wanita membelai kepalanya dan mendekapnya di dada. Di ruangan itu mendadak Serrafona merasakan betapa dinginnya sekelilingnya tetapi ia juga merasa betapa hangatnya kasih sayang dan rasa aman yang dipancarkan dari dada wanita itu. Ia seolah merasakan dan mendengar lewat dekapan itu bahwa daripada berpisah lebih baik mereka mati bersama.
Matanya basah ketika ia keluar dari kamar dan menghampiri suaminya yang sedang membaca koran: “Geraldo, saya adalah anak seorang pengemis, dan mungkinkah ibu saya masih ada di jalan sekarang setelah 25 tahun?”
Itu adalah awal dari kegiatan baru mereka mencari masa lalu Serrafonna. Foto hitam-putih yang kabur itu diperbanyak puluhan ribu lembar dan disebar ke seluruh jaringan kepolisian diseluruh negeri. Sebagai anak satu-satunya dari bekas pejabat yang cukup berpengaruh di kota itu, Serrafonna mendapatkan dukungan dari seluruh kantor kearsipan, kantor surat kabar dan kantor catatan sipil..
Ia membentuk yayasan -yayasan untuk mendapatkan data dari seluruh panti-panti orang jompo dan badan-badan sosial di seluruh negeri dan mencari data tentang seorang wanita.
Bulan demi bulan lewat, tapi tak ada perkembangan apapun dari usahanya. Mencari seorang wanita yang mengemis 25 tahun yang lalu di negeri dengan populasi 90 juta bukan sesuatu yang mudah. Tapi Serrafona tidak punya pikiran untuk menyerah..
Dibantu suaminya yang begitu penuh pengertian, mereka terus menerus meningkatkan pencarian mereka. Kini, tiap kali bermobil, mereka sengaja memilih daerah-daerah kumuh, sekedar untuk lebih akrab dengan nasib baik. Terkadang ia berharap agar ibunya sudah almarhum sehingga ia tidak terlalu menanggung dosa mengabaikannya selama seperempat abad.
Tetapi ia tahu, entah bagaimana, bahwa ibunya masih ada, dan sedang menantinya sekarang. Ia memberitahu suaminya keyakinan itu berkali-kali, dan suaminya mengangguk-angguk penuh pengertian.
Pagi, siang dan sore ia berdoa: “Tuhan, ijinkan saya untuk satu permintaan terbesar dalam hidup saya: temukan saya dengan ibu saya”. Tuhan mendengarkan doa itu. Suatu sore mereka menerima kabar bahwa ada seorang wanita yang mungkin bisa membantu mereka menemukan ibunya. Tanpa membuang waktu, mereka terbang ke tempat itu, sebuah rumah kumuh di daerah lampu merah, 600 km dari kota mereka.
Sekali melihat, mereka tahu bahwa wanita yang separoh buta itu, yang kini terbaring sekarat, adalah wanita di dalam foto. Dengan suara putus-putus, wanita itu mengakui bahwa ia memang pernah mencuri seorang gadis kecil ditepi jalan, sekitar 25 tahun yang lalu.
Tidak banyak yang diingatnya, tapi diluar dugaan ia masih ingat kota dan bahkan potongan jalan dimana ia mengincar gadis kecil itu dan kemudian menculiknya. Serrafona memberi anak perempuan yang menjaga wanita itu sejumlah uang, dan malam itu juga mereka mengunjungi kota dimana Serrafonna diculik.
Mereka tinggal di sebuah hotel mewah dan mengerahkan orang-orang mereka untuk mencari nama jalan itu. Semalaman Serrafona tidak bisa tidur. Untuk kesekian kalinya ia bertanya-tanya kenapa ia begitu yakin bahwa ibunya masih hidup sekarang, dan sedang menunggunya, dan ia tetap tidak tahu jawabannya.
Dua hari lewat tanpa kabar. Pada hari ketiga, pukul 18:00 senja, mereka menerima telepon dari salah seorang staff mereka. “Tuhan maha kasih, Nyonya, kalau memang Tuhan mengijinkan, kami mungkin telah menemukan ibu Nyonya. Hanya cepat sedikit, waktunya mungkin tidak banyak lagi.”
Mobil mereka memasuki sebuah jalanan yang sepi, dipinggiran kota yang kumuh dan banyak angin. Rumah-rumah di sepanjang jalan itu tua-tua dan kusam. Satu, dua anak kecil tanpa baju bermain-main ditepi jalan. Dari jalanan pertama, mobil berbelok lagi kejalanan yang lebih kecil, kemudian masih belok lagi kejalanan berikut nya yang lebih kecil lagi. Semakin lama mereka masuk dalam lingkungan yang semakin menunjukkan kemiskinan. Tubuh Serrrafona gemetar, ia seolah bisa mendengar panggilan itu.

“Lekas, Serrafonna, mama menunggumu, sayang”. Ia mulai berdoa “Tuhan, beri saya setahun untuk melayani mama. Saya akan melakukan apa saja”.
Ketika mobil berbelok memasuki jalan yang lebih kecil, dan ia bisa membaui kemiskinan yang amat sangat, ia berdoa: “Tuhan beri saya sebulan saja”. Mobil belok lagi kejalanan yang lebih kecil, dan angin yang penuh derita bertiup, berebut masuk melewati celah jendela mobil yang terbuka. Ia mendengar lagi panggilan mamanya, dan ia mulai menangis: “Tuhan, kalau sebulan terlalu banyak, cukup beri kami seminggu untuk saling memanjakan“. Ketika mereka masuk belokan terakhir, tubuhnya menggigil begitu hebat sehingga Geraldo memeluknya erat-erat.
Jalan itu bernama Los Felidas. Panjangnya sekitar 180 meter dan hanya kekumuhan yang tampak dari sisi ke sisi, dari ujung keujung. Di tengah-tengah jalan itu, di depan puing-puing sebuah toko, tampak onggokan sampah dan k anto ng-k anto ng plastik, dan ditengah-tengahnya, terbaring seorang wanita tua dengan pakaian sehitam jelaga, tidak bergerak-gerak.
Mobil mereka berhenti diantara 4 mobil mewah lainnya dan 3 mobil polisi. Di belakang mereka sebuah ambulans berhenti, diikuti empat mobil rumah sakit lain. Dari kanan kiri muncul pengemis- pengemis yang segera memenuhi tempat itu. “Belum bergerak dari tadi.” lapor salah seorang. Pandangan Serrafona gelap tapi ia menguatkan dirinya untuk meraih kesadarannya dan turun.
Suaminya dengan sigap sudah meloncat keluar, memburu ibu mertuanya. “Serrafona, kemari cepat! Ibumu masih hidup, tapi kau harus menguatkan hatimu .”
Serrafona memandang tembok dihadapann ya, dan ingat saat ia menyandarkan kepalanya ke situ. Ia memandang lantai di kaki nya dan ingat ketika ia belajar berjalan. Ia membaui bau jalanan yang busuk, tapi mengingatkan nya pada masa kecilnya. Air matanya mengalir keluar ketika ia melihat suaminya menyuntikkan sesuatu ke tangan wanita yang terbaring itu dan memberinya isyarat untuk mendekat.
“Tuhan, ia meminta dengan seluruh jiwa raganya, beri kami sehari…… Tuhan, biarlah saya membiarkan mama mendekap saya dan memberitahunya bahwa selama 25 tahun ini hidup saya amat bahagia….Jadi mama tidak menyia-nyia kan saya”.
Ia berlutut dan meraih kepala wanita itu ke dadanya. Wanita tua itu perlahan membuka matanya dan memandang keliling, ke arah kerumunan orang-orang berbaju mewah dan perlente, ke arah mobil-mobil yang mengkilat dan ke arah wajah penuh air mata yang tampak seperti wajahnya sendiri ketika ia masih muda.
“Mama.. ..”, ia mendengar suara itu, dan ia tahu bahwa apa yang ditunggunya tiap malam – antara waras dan tidak – dan tiap hari – antara sadar dan tidak – kini menjadi kenyataan. Ia tersenyum, dan dengan seluruh kekuatannya menarik lagi jiwanya yang akan lepas.
Perlahan ia membuka genggaman tangannya, tampak sebentuk anting-anting yang sudah menghitam. Serrafona mengangguk, dan tanpa perduli sekelilingnya ia berbaring di atas jalanan itu dan merebahkan kepalanya di dada mamanya.
“Mama, saya tinggal di istana dan makan enak tiap hari. Mama jangan pergi dulu. Apapun yang mama mau bisa kita lakukan bersama-sama. Mama ingin makan, ingin tidur, ingin bertamasya, apapun bisa kita bicarakan. Mama jangan pergi dulu… Mama….”
Ketika telinganya menangkap detak jantung yang melemah, ia berdoa lagi kepada Tuhan: “Tuhan Maha Pengasih dan Pemberi, Tuhan ….. satu jam saja…. … satu jam saja…..”
Tapi dada yang didengarnya kini sunyi, sesunyi senja dan puluhan orang yang membisu. Hanya senyum itu, yang menandakan bahwa penantiannya selama seperempat abad tidak berakhir sia-sia….

Arti Kesetiaan






93 Votes

http://iphincow.files.wordpress.com/2012/07/arti-kesetiaan.jpg?w=150&h=75Kisah nyata yang bagus sekali untuk contoh kita semua yang saya dapat dari millis sebelah (kisah ini pernah ditayangkan di MetroTV). Semoga kita dapat mengambil pelajaran.
Ini cerita nyata, beliau adalah Bp. Eko Pratomo Suyatno, Direktur Fortis Asset Management yg sangat terkenal di kalangan Pasar Modal dan Investment, beliau juga sangat sukses dlm memajukan industri Reksadana di Indonesia. Apa yg diutarakan beliau adalah sangat benar sekali. Silakan baca dan dihayati.
————————————————————————————————–
Dilihat dari usianya beliau sudah tidak muda lagi, usia yg sudah senja bahkan sudah mendekati malam, Pak Suyatno 58 tahun kesehariannya diisi dengan merawat istrinya yang sakit istrinya juga sudah tua.Mereka menikah sudah lebih 32 tahun. Mereka dikarunia 4 orang anak.
Disinilah awal cobaan menerpa, setelah istrinya melahirkan anak keempat tiba-tiba kakinya lumpuh dan tidak bisa digerakkan. Itu terjadi selama 2 tahun. Menginjak tahun ke tiga, seluruh tubuhnya menjadi lemah bahkan terasa tidak bertulang, lidahnyapun sudah tidak bisa digerakkan lagi.
Setiap hari pak suyatno memandikan, membersihkan kotoran, menyuapi, dan mengangkat istrinya keatas tempat tidur. Sebelum berangkat kerja, dia letakkan istrinya didepan TV supaya istrinya tidak merasa kesepian. Walau istrinya tidak dapat bicara tapi dia selalu melihat istrinya tersenyum.
Untunglah tempat usaha pak suyatno tidak begitu jauh dari rumahnya sehingga siang hari dia pulang untuk menyuapi istrinya makan siang. Sorenya dia pulang memandikan istrinya, mengganti pakaian dan selepas waktu maghrib dia temani istrinya nonton televisi sambil menceritakan apa2 saja yg dia alami seharian. Walaupun istrinya hanya bisa memandang tapi tidak bisa menanggapi, Pak Suyatno sudah cukup senang, bahkan dia selalu menggoda istrinya setiap berangkat tidur.
Rutinitas ini dilakukan Pak Suyatno lebih kurang 25 tahun, dengan sabar dia merawat istrinya bahkan sambil membesarkan ke 4 buah hati mereka, sekarang anak2 mereka sudah dewasa, tinggal si bungsu yg masih kuliah.
Pada suatu hari, ke empat anak suyatno berkumpul dirumah orang tua mereka sambil menjenguk ibunya. Karena setelah anak mereka menikah, sudah tinggal dengan keluarga masing-masing dan Pak Suyatno memutuskan ibu mereka dia yang merawat, yang dia inginkan hanya satu semua anaknya berhasil.
Dengan kalimat yang cukup hati-hati anak yg sulung berkata “Pak kami ingin sekali merawat ibu, semenjak kami kecil melihat bapak merawat ibu, tidak ada sedikitpun keluhan keluar dari bibir bapak, bahkan bapak tidak ijinkan kami menjaga ibu”.
Dengan air mata berlinang anak itu melanjutkan kata-kata: “sudah yang keempat kalinya kami mengijinkan bapak menikah lagi, kami rasa ibupun akan mengijinkannya, kapan bapak menikmati masa tua bapak, dengan berkorban seperti ini kami sudah tidak tega melihat bapak. Kami janji kami akan merawat ibu sebaik-baik secara bergantian”.
Pak Suyatno menjawab hal yg sama sekali tidak diduga anak-anaknya: “Anak-anakku… Jikalau perkawinan & hidup di dunia ini hanya untuk nafsu, mungkin bapak akan menikah.. tapi ketahuilah dengan adanya ibu kalian disampingku itu sudah lebih dari cukup, dia telah melahirkan kalian. Sejenak kerongkongannya tersekat, kalian yg selalu kurindukan hadir didunia ini dengan penuh cinta yg tidak satupun dapat dihargai dengan apapun.”
“Coba kalian tanya ibumu apakah dia menginginkan keadaannya seperti ini? Kalian menginginkan bapak bahagia, apakah bathin bapak bisa bahagia meninggalkan ibumu dengan keadaanya sekarang, kalian menginginkan bapak yang masih diberi Tuhan kesehatan dirawat oleh orang lain? Bagaimana dengan ibumu yg masih sakit.”
Sejenak meledaklah tangis anak-anak pak suyatno. Merekapun melihat butiran-butiran kecil jatuh dipelupuk mata ibu Suyatno. Dengan pilu ditatapnya mata suami yg sangat dicintainya itu.
Sampailah akhirnya Pak Suyatno diundang oleh salah satu stasiun TV swasta untuk menjadi nara sumber dan merekapun mengajukan pertanyaan kepada Suyatno, kenapa mampu bertahan selama 25 tahun merawat Istrinya yang sudah tidak bisa apa-apa.
Disaat itulah meledak tangis beliau dengan tamu yang hadir di studio, kebanyakan kaum perempuanpun tidak sanggup menahan haru. Disitulah Pak Suyatno bercerita..” Jika manusia didunia ini mengagungkan sebuah cinta dalam perkawinannya, tetapi tidak mau memberi (memberi waktu, tenaga, pikiran, perhatian) itu adalah kesia-siaan”.
“Saya memilih istri saya menjadi pendamping hidup saya, dan sewaktu dia sehat diapun dengan sabar merawat saya, mencintai saya dengan hati dan bathinnya bukan dengan mata, dan dia memberi saya 4 orang anak yg lucu-lucu. Sekarang dia sakit karena berkorban untuk cinta kita bersama. Dan itu merupakan ujian bagi saya, apakah saya dapat memegang komitmen untuk mencintainya apa adanya. Sehatpun belum tentu saya mencari penggantinya apalagi dia sakit…”
Hidup adalah Perjuangan tanpa henti-henti, tidak usah kau tangisi hari kemarin.


Top of Form

Tidak ada komentar:

Posting Komentar