KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Wr . Wb
Pertama , marilah kita
senantiasa memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahakan
Rahmat , Hidayah serta Inayah-Nya ,kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik tanpa halangan yang berarti. Tanpa pertolongan dan petunjukNYA,
penyusun tidak akan menyelesaikan makalah ini dengan penuh kelancaran.
Makalah ini kami susun
agar pembaca dapat memahami tentang pentingnya sikap dan sifat jujur dalam Islam. Penyusun juga mengucapkan terima kasih
kepada bapak /ibu pembimbing yang telah banyak membantu penyusun agar dapat
menyelesaikan makalah ini. Semoga makalah yang sederhana ini dapat memberi
wawasan dan pemahaman yang luas kepada pembaca.
Penyusun menyadari
makalah ini masih memiliki banyak kekurangan, sehingga kami masih mengharap
kritik dan saran dari para pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr . Wb
Karanganyar
, 27 Oktober 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
...........................................................................................1
KATA PENGANTAR ................................................................................2
DAFTAR ISI
........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
..........................................................................................4
B.
Rumusan Masalah
.........................................................................................5
C.
Tujuan Penulisan
.........................................................................................5
D. Manfaat Penulisan
...........................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian dan hakikat kejujuran
...................................................................6
B.
Hadist bab kejujuran
.....................................................................................8
C.
kejujuran pembawa kebaikan..............................................................................10
D. kisah inspiratif tentang kejujuran
........................................................................11
E.
Mutiara hikmah....................................................................................................14
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
........................................................................................................16
B.
Saran....................................................................................................................16
Daftar
Pustaka...........................................................................................................17
BAB I
A.
LATAR
BELAKANG
Kejujuran
adalah harta yang tak ternilai harganya, karena kelangkaannyalah orang jujur
sangat sulit untuk kita jumpai. Terutama di pasar-pasar yang kebanyakaan
pembeli dan pedagangnya sudah melalaikan kejujuran dalam urusan jual beli
dikarenakan ingin mendapatkan keuntungan yang lebih besar dan sang pembeli
ketika dalam keadaan tawar menawar berpura-pura cuma bawang uang paspasan,
padahal si pembeli hanya ingin mendapatkan barang yang ia beli dengan harga
yang sangat murah. Maka tidak salah sebuah hadis mengatakan bahwa tempat yang
paling jelek adalah pasar dan di anjurkan pula membaca doa ketika memasuki
pasar, agar terhindar dari kejelekan – kejelakan yang ada di pasar.
Bagi sahabat semua yang ingin meraih kesuksesan,
namun hanya memiliki modal yang paspasan. Maka jadikanlah sifat jujur sebagai
modal utama dan terbesar yang anda jadikan modal dalam hidup anda, karena
kejujuran adalah harta berharga yang tidak akan pernah habis.
Kejujuran merupakan satu kata yang amat sederhana
namun di zaman sekarang menjadi sesuatu yang langka dan sangat tinggi harganya.
Memang ketika kita merasa senang dan segalanya berjalan lancar, mengamalkan
kejujuran secara konsisten tidaklah sulit, namun pada saat sebuah nilai
kejujuran yang kita pegang bertolak belakang dengan perasaan, kita mulai
tergoncang apakah akan tetap berpegang teguh, atau membiarkan tergilas oleh
suatu keadaan.
Allah SWT telah menciptakan manusia
dalam bentuk yang paling baik dibandingkan makhluk lainnya yang ada di muka
bumi ini. Manusia lebih sempurna dibandingkan dengan binatang. Berbeda dengan
binatang, manusia diberi oleh Allah berupa fitriyah, khawasiyah, dan akliyah.
Dengan menggunakan akliyah manusia dapat membedakan baik dan buruk sehingga
dapat memilikib ahlak yang terpuji dan ahlak yang tercela.
Sebagai manusia yang sempurna dan
sebagai khalifah di muka bumi ini maka manusia di tuntut untuk beraklak terpuji
karena dengan aklak terpuji maka manusia akan selamat di dunia dan akhirat dan
hendaklah berakhlak terpuji dimanapun berada dimulai dengan berbuat baik
terhadap diri sendiri ,lingkungan keluarga dan masyarakat, dan salah satu
akhlak terpuji yang harus dimiliki setiap manusia adalah besikap jujur karena
kejujuran itu membawa kebaikan.
sebagai mana sabda Nabi SAW:
عن أبى
ذرّجندب بن جنادة وأبى عبدالرحمن معاذبن جبل رضي الله تعالى عنهما عن رسول الله
صلى الله عليه وآله وسلم قال: إِتَّقِ اللهَ حَيْثُ مَا كُنْتَ
وَاَتْبِعِ السَّيِئَةَ اْلحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقٍ النَّاسَ بِخُلُقٍ
حَسَنٍ.
Artinya :”Berkata Abu Dzar Jundub bin Junadah dan Abu
Abdurrahman Mu’adz r.a., RAsulullah saw. Bersabda: “Bertaqwalah pada Allah di
mana saja kamu berada dan ikutkanlah keburukan itu dengan kebaikan yang akan
menghapuskannya dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik.” (H.R.
Tirmidzi)
B . RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian kejujuran sebagai awal
meraih suatu kebaikan ?
2. Apa dasar atau hadist tentang
kejujuran?
3. Apa manfaat kejujuran dalam
kehidupan?
4. Apa saja hikmah yang bisa kita
ambil dari kisah inspiratif dari kejujuran ?
5. Alasan mengapa orang harus
berperilaku jujur ?
6. Alasan
mengapa banyak
orang masih berbohong
?
C . TUJUAN PENULISAN
1. Memahami pengertian kejujuran adalah
pembawa keberkahan.
2. Mengetahui dasar atau hadist tentang
kejujuran.
3. Mengetahui manfaat kejujuran.
D . MANFAAT PENULISAN
1. Kita dapat memahami hakikat dan
pengertian dari kejujuran
2. Kita dapat memahami makna bahwa
kejujuran adalah perhiasan yang sangat mulia
3. Kita dapat mengetahui , memahami dasar
– dasar perilaku jujur
4. Kita dapat menerapakn perilaku jujur
dalam kehidupan kita sehari – hari berdasarkan pembahasan yang telah kita
pelajari
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian dan hakikat kejujuran
Jujur adalah sebuah kata yang telah
dikenal oleh hampir semua orang. Bagi yang telah mengenal kata jujur mungkin
sudah tahu apa itu arti atau makna dari kata jujur tersebut. Dengan memahami
makna kata jujur ini maka mereka akan dapat menyikapinya. Namun masih
banyak yang tidak tahu sama sekali dan ada juga hanya tahu maknanya secara
samar-samar. Indikator kearah itu sangat mudah ditemukan yakni masih
saja banyak orang belum jujur jikadibandingkan dengan orang yang
telah jujur. Berikut ini saya akan mencoba memberikan penjelasan sebatas
kemampuan saya tetang makna dari kata jujur ini.
Kata jujur adalah kata yang digunakan untuk
menyatakan sikap seseorang. Jika ada seseorang berhadapan dengan sesuatu atau fenomena maka orang itu akan memperoleh
gambaran tentang sesuatu atau fenomena tersebut. Jika
orang itu menceritakan informasi tentang gambaran
tersebut kepada orang lain tanpa ada “perobahan” (sesuai dengan realitasnya )
maka sikap yang seperti itulah yang disebut dengan jujur.
Kejujuran merupakan suatu pondasi
yang mendasari iman seseorang, karena sesungguhnya iman itu adalah membenarkan
dalam hati akan adanya Allah. Jika dari hal yang kecil saja ia sudah terlatih
untuk jujur maka untuk urusan yang lebih besar ia pun terbiasa untuk jujur.
Menjadi orang jujur atau pendusta
merupakan pilihan bagi setiap orang, dan masing-masing pilihan memiliki
konsekuensinya sendiri. Bagi orang yang memilih menjalani hidupnya dengan penuh
kejujuran dalam segala aspek kehidupannya, maka ia akan memiliki citra yang
baik di mata orang-orang yang mengenalnya. Ketika seseorang selalu
berkata jujur dan berbuat benar, maka akan diterima ucapannya di hadapan
orang-orang dan diterima kesaksiannya di hadapan para hakim serta disenangi
pembicaraanya. Sebaliknya, bagi mereka yang selalu berlaku dusta dalam
hidupnya, maka ia tidak akan memliki pandangan yang baik oleh orang-orang di
sekitarnya.
Hakekat Kejujuran
Seorang
muslim adalah orang yang jujur, mencintai kebenaran dan senantiasa menetapi
kebenaran, lahir maupun batin, di dalam berkata dan berbuat, karena kebenararn
itu menunjukkan kepada kebaikan dan kebaikan itu menunjukkan kepada surga,
sedangkan surga itu puncak citi-cita tertinggi seorang muslim dan angan-anganya
yang terjauh.Sedangkan kedustaan menunjukkan ke neraka,dan neraka itu seburuk-buruk
tempat yang ditakuti setiap muslim dan menjaga diri darinya.
Seorang
muslim memandang kejujuran bukan sekedar akhlak yang utama saja yang wajib
dilakukan tanpa lainnya,akan tetapi ia memandangnya lebih jauh daripada itu, ia
berpendapat bahwa kejujuran adalah penyempurna imannya, penyempurna islamnya,
sebab Allah k yang memerintahkan demikian, seraya memuji hamba yang menyandang
sifat ini.
Sebagaimana Rasulullah `menganjurkan dan
mengajak kepadanya. Allah berfirman di dalam memerintahkan kejujuran,
”Hai orang-orang yang beriman,bertaqwalah
kepada Allah,dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.”(At Taubah
119).
Dia memuji orang-orang yang bersifat jujur,”Orang-orang yang membuktikan janjinya kepada Allah.”(Al Ahzab
23).”Orang laki-laki yang jujur dan perempuan yang jujur.”(Al ahzab 35),”Dan
orang-orang yang membawa kebenaran (muhammad) dan membenarkannya, mereka itulah
orang-orang yang bertaqwa.”(Az Zumar 33).
Rasulullah ` bersabda,
عَلَيْكُمْ
بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ,وَإِنَََّ الْبِرَّ يَهْدِي
إِلَى الجَنَّةِ ,وَمَا يَزَالُ الرَجُلُ يَصْدُقُ ويَتَحَرَّى حَتَّى يُكْتَبُ
عِنْدَ اللهِ صِدِيْقاً , وَإِيَاكُمْ وَالكَذِبَ فَإِنَّ الكَذِبَ يَهْدِي إِلَى
الفُجُوْرِ ,وَإِنَّ الفُجُوْرِ يَهْدِي إِلَى النَّارِ,وَمَا يَزَالُ الرَجُلُ
يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبُ عِنْدَ اللهِ كَذَّاباً.
”Hendaklah kanu bersikap jujur,sebab sesungguhnya kejujuran itu
menunjukan kepada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan itu menunjukkan kepada
surga,tidak henti-hebtinya seseorang berlaku jujur dan memilih kejujuran sampai
dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur.Hindarilah dusta karena dusta
itu sungguh menunjukkan kepada perbuatan dosa dan perbuatan dosa menunjukkan ke
neraka.Dan seseorang tidak henti-hentinya berdusta dan memilih dusta
sehingga dicatat di sisi Allah sebagai seorang pendusta.’(HR Muslim)
HAKIKAT DAN TINGKATAN KEJUJURAN
Bisyr al Hafy berkata, “Barangsiapa
bermuamalah dengan Allah secara jujur, maka orang-orang akan merasa enggan
padanya.
Ketahuilah bahwa istilah jujur bisa
berlaku untuk beberapa makna,di antaranya ;
·
Jujur dalam perkataan.Setiap orang harus menjaga
perkataannya,tidak berkata kecuali yang benar dan secara jujur.Jujur dalam
perkataan merupakan jenis jujur yang paling terkenal dan jelas.Dia harus
menghindari perkataan yang dibuat-buat,karena hal itu termasuk jenis
dusta,kecuali jika ada keperluan yang mendorongnya berbuat begitu dan dalam
kondisi tertentu yang bisa mendatangkan maslahat.Jika Nabi hendak pergi ke
suatu peperangan,maka beliau menciptakan move selain peperangan itu agar musuh
tidak mendengar kabar sehingga mereka bisa bersiap-siap .
·
Jujur dalam niat dan kehendak.Hal ini dikembalikan kepada
ikhlas.Jika amalannya ternodai bagian-bagian nafsu,maka gugurlah kejujuran
niatnya dan pelakunya bisa di kategorikan orang yang berdusta seperti yang
disebutkan dalam hadits tentang tiga orang,yaitu;orang berilmu,pembaca Al Quran
dan mujahid.Pembaca Al Quran berkata,’’Aku sudah membaca al quran sampai akhir
‘’.Dustanya terletak pada kehendak dan niatnya,bukan pada bacaannya.begitu pula
yang terjadi pada dua orang lainnya,
·
Jujur dalam hasrat dan pemenuhan hasrat itu.Contoh yang pertama
seperti berucap’’Jika Allah menganugerahkan harta benda kepadaku,maka aku akan
menshadaqahkan semuanya’’,Boleh jadi hasrat ini jujur dan boleh jadi ada
keraguan di dalamnya.Contoh yang kedua,seperti jujur dalam hasrat an berjanji
di dalam diri sendiri.Sampai disini tidak ada yang sulit dan berat.Hanya saja
hal ini perlu dibuktikan jika benar-benar terjadi,apakah hasrat itu benar
ataukah justru dia dikuasai nafsu. Karena itu Allah berfirman,
‘’Di antara orann -orang mukmi itu ada orang-orang yang menepati
apa yang telah mereka janjikan kepada Allah, maka diantara mereka ada yang
gugur , dan diantara mereka ada (pula) yang menuggu-nunggu dan mereka tidak
sedikitpun tidak merubah (janjinya).”(Al Ahzab; 23).
‘’Dan di antara mereka ada orang yang telah berikrar kepada
Allah,’’Sesungguhnya jika Allah memberikan sebagian karuniaNya kepada
kami,pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang
shalih’.Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebagian dari karuniaNya
mereka kikir dengan karunia itu dan berpaling dan mereka memanglah orang-orang
yang selalu membelakangi (kebenaran).Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada
hati mereka sampai kepada waktu mereka menemui Allah,karena mereka telah
memungkiri terhadap Allah apa yang telah mereka ikrarkan kepadaNya dan
(juga)karena mereka selalu berdusta,’’(At Taubah;75-77).
·
Jujur dalam amal perbuatan.Artinya harus menyelaraskan antara
yang tersembunyi dan yang tampak, agar amalan-amalannya yang zhahir tidak
terlalu menampakkan kekusyu’an atau sejenisnya,dengan mengalahkan apa yang ada
didalam hatinya.Tapi untuk batin harus kebalikannya.Mutharif berkata,’’Jika apa
yang tersembunyi di dalam hati seseorang selaras daengan apa yang tampak,maka
Allah berfirman ‘’Inilah hambaKu yang sebenarnya.”
·
Jujur dalam merealisasikan perintah agama. Ini merupakan derajat
jujur yang paling tinggi, seperti jujur dalam rasa takut, mengharap, zuhud,
riddha, cinta, tawakal, dan lain-lainnya. Semua masalah ini memiliki
prinsip-prinsip yang menjadi dasar di gunakannya beerbagai istilah tersebut,
yang juga mepunyai tujuan dan hakikat. Orang yang jujur dan mencari hakikat,
tentu akan mendapat hakikat itu.
” Bukanlah menghadapkan wajah kalian kearah timur dan barat itu
suatu kebaikan, akan tetapi sesungguhnya kebaikan itu adalah beriman kepada
Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan
harta yang dicintainya kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
musafir, dan orang- orang yang meminta-minta, memerdekakan hamba sahaya,
mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, dan orag-orang yang menepati janjinya
apabila ia berjanji, dan orang-ornag yang sabar dalam kesempitan, penderitaan
dan peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya), dan mereka
itulah orang-orang yag bertaqwa.” (Al Baqarah: 177)
” Sesungguhya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak radu-ragu dan mereka
berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah, mereka itulah orang-orang
yang benar.” (Al H ujurat: 15).
B . DALIL TENTANG KEJUJURAN
Dalam hadits
dari sahabat 'Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu ‘anhu juga
dijelaskan keutamaan sikap jujur dan bahaya sikap dusta. Ibnu Mas’ud
menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى
الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ
يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا
وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِى إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ
الْفُجُورَ يَهْدِى إِلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى
الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا
“Hendaklah
kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan
pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika
seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan
dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Hati-hatilah kalian dari
berbuat dusta, karena sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan
kejahatan akan mengantarkan pada neraka. Jika seseorang sukanya berdusta dan
berupaya untuk berdusta, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.”[1]
Begitu pula
dalam hadits dari Al Hasan bin ‘Ali, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لاَ يَرِيبُكَ فَإِنَّ
الصِّدْقَ طُمَأْنِينَةٌ وَإِنَّ الْكَذِبَ رِيبَةٌ
“Tinggalkanlah
yang meragukanmu pada apa yang tidak meragukanmu. Sesungguhnya kejujuran lebih
menenangkan jiwa, sedangkan dusta (menipu) akan menggelisahkan jiwa.”[2]
Jujur adalah
suatu kebaikan sedangkan dusta (menipu) adalah suatu kejelekan. Yang namanya
kebaikan pasti selalu mendatangkan ketenangan, sebaliknya kejelekan selalu
membawa kegelisahan dalam jiwa.
Hadits tentang kejujuran membawa kebaikan
عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِنَّ
الصِّدْقَ بِرٌّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَإِنَّ الْعَبْدَ
لَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِنَّ
الْكَذِبَ فُجُورٌ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِى إِلَى النَّارِ وَإِنَّ الْعَبْدَ
لَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ كَذَّابًا (متفق عليه)
Artinya:
Dari Ibnu
Mas’ud ra. Berkata, Rasulullah saw. Bersabda: “sesungguhnya shidq (kejujuran)
itu membawa kepada kebaikan, Dan kebaikan itu membawa ke surga. Seseorang akan
selalu bertindak jujur sehingga ia ditulis di sisi Allah swt sebagai
orang yang jujur. Dan sesungguhnya dusta itu membawa kepada kejahatan, dan
kejahatan itu membawa ke neraka. Seseorang akan selalu berdusta sehingga ia
ditulis di sisi Allah swt sebagai pendusta”. (Muttafaqun ‘Alaih)
الله عليه
وسلم : عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلىَ البِرِّ وَإِنَّ البرَّ
يَهْدِيْ إِلىَ الجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى
الصِّدْقَ حَتىَّ يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِيْقاً وَإِيَّاكُمْ وَالكَذِبَ
فَإِنَّ الكَذِبَ يَهِدِى إِلىَ الفُجُوْرِ وَإِنَّ الفُجُوْرَ يَهْدِي إِلىَ
النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيتَحَرَّى الكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ
عِنْدَ اللهِ كذاباً رواه مسلم .
Abdullah bin
Mas’ud berkata: “Bersabda Rasulullah : Kalian harus jujur karena sesungguhnya
jujur itu menunjukan kepada kebaikan dan kebaikan itu menunjukkan kepada
jannah. Seseorang senantiasa jujur dan berusaha untuk jujur sehingga ditulis di
sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah oleh kalian dusta karena
sesungguhnya dusta itu menunjukkan kepada keburukan dan keburukan itu
menunjukkan kepada neraka. Seseorang senantiasa berdusta dan berusaha untuk
berdusta sehingga ditulis disisi Allah sebagai seorang pendusta” (HR
Muslim) Shohih Muslim hadits no : 6586
Alasan
mengapa kita harus jujur
Sudah di tegaskan dalm Al Quran tentang kewajiban
berkata jujur , maka kita harus menaati pedoman tersebut .alasan mengapa kita
harus jujur
v Anda
tidak akan terperangkap dalam kebohongan jika anda berkata jujur
v Berkata
jujur berarti tidak ada orang lain yang akan di salahkan gara gara perbuatan
anda
v Membantu
anda merasa lebih tenang di dalam hati
v Kebohongan
adalah sebuah jebakan
v Kebenaran
adalah argument yang paling kuat
Alasan
banyak orang masih berbohong
Ada dua factor penyebab kebohongan yaitu:
1.faktor
internal
§ Menutupi
kelemahan yang ada pada dirinya
§ Ingin
dianggap wah oleh orang lain
§ Bertujuan
menipu orang lain
2.faktor
eksternal
§ Pengaruh
kebohongan
§ Alas
an bisnis
§ Karena
basa basi
§ Karena
profesi
KEJUJURAN
MEMBAWA KEBAIKAN
عن عبد الله
بن مسعود رضي الله عنه عن النبي صلعم قال : ان الصدق يهدى الى البر وان البر يهدى
الى الجنة وان الرجل ليصدق حتى يكتب عند الله صديقا ان الكذب يهدى الى الفجور وان
الفجور يهدى الى النار وان الرجل ليكذب حتى يكتب عند الله كذابا { متفق عليه }
Artinya:
Dari Abdullah bin Mas’ud dari Nabi SAW, Beliau bersabda; sesungguhnya kejujuran
itu membawa pada kebaikan dan kebaikan itu membawa (pelakunya) ke surga dan
orang yang membiasakan dirinya berkata benar(jujur) sehingga ia tercatat disisi
Alloh sebagai orang yang benar, sesungguhnya dusta itu membawa pada
keburukan(kemaksiatan) dan keburukan itu membawa ke neraka dan orang yang
membiasakan dirinya berdusta sehingga ia tercatat disisi Alloh sebagai
pendusta. (HR. Bukhari Muslim)
Sesuai dengan hakikat hidup bahwa
setiap hal yang kita lakukan , maka akan mendapatkan balasan yang sesuai dengan
apa yang kita kerjakan. Maka dari itu , kita harus senantiasa melakukan hal –
hal positif agar dapat menuai hal yang positif pula. Sama halnya dengan jujur ,
dengan kejujuran kita akan menuai keberkahan dari ALLAH SWT karena jujur
merupakan akhlak mahmudah yang harus dimiliki oleh setiap kaum muslim.
Jika ada
yang menanyakan mengenai arti kejujuran yang hakiki. Maka jawaban atas semua
itu adalah kebaikan. Kejujuran memang pembuka pintu gerbang dari keberkahan.
Kejujuran adalah teman sejati kebaikan.
Karakter ini sangat sulit untuk dibangun, contohnya mendapatkan kepercayaan
dari orang terdekat, mungkin butuh waktu bertahun-tahun untuk mendapatkan
kepercayaannya, tapi hanya perlu waktu sekejap saja untuk menghancurkannya.
Maka dari itu, kejujuran membutuhkan sebuah kontinuitas juga konsistenitas.
Tidak ada fluktuasi naik turun dan tidak mengenal tempat maupun waktu.
Kejujuran tidak mengenal kata "lupa".
Banyak kisah mengharukan menyentuh hati berkat seseorang yang berprilaku jujur.
Akibat dari kejujurannya selalu saja berdampak pada kebaikan. Contohnya kisah dibawah
ini...
Balasan dari Sebuah
Kejujuran ( kisah 1 )
August 28, 2013
Di antara tanda-tanda kejujuran adalah takut
kepada Allah dan zuhud dalam urusan dunia. Orang yang jujur dalam urusan dunia.
orang yang takut dalam keyakinannya akan takut memakan barang-barang haram. Dia
lebih memikul kemiskinan dan kesulitan demi mengharap surga. Jika dia berdosa,
maka dia tidak tidur hingga dia kembali kepada Tuhannya dan berlepas diri dari
dosanya.
Ibnu Jarir ath-Thabari berkata, “Pada musim
haji aku berada di Mekah. Aku melihat seorang laki-laki dari Khurasan
mengumumkan ‘Wahai para jamaah haji, wahai penduduk Mekah, di kota maupun di
pedesaan, aku kehilangan sebuah kantong berisi seribu dinar. Siapa yang
mengembalikannya kepadaku, semoga Allah membalasnya dengan kebaikan dan
membebaskannya dari neraka, serta dia mendapat pahala balasan pada hari
kiamat.”
Berdirilah seorang laki-laki tua dari
penduduk Mekah. Dia berkata, “Wahai orang Khurasan, negeri kami ini tabiatnya
keras, musim haji adalah waktu yang terbatas, hari-harinya terhitung, dan
pintu-pintu usaha tertutup. Mungkin hartamu itu ditemukan oleh seorang mukmin
yang miskin atau orang lanjut usia dan dia mendapatkan janjimu. Seandainya dia
mengembalikannya padamu, apakah kamu bersedia memberinya sedikit harta yang
halal?”
Khurasani menjawab, “Berapa jumlah hadiah
yang dia inginkan?”
Orang tua menjawab, “Sepuluh persen, seratus
dinar.”
orang Khurasan itu tidak mau. Dia berkata,
“Tidak, tetapi aku menyerahkan urusannya kepada Allah dan akan aku adukan dia
pada hari dimana kita semua meghadap kepada-Nya. Dialah yang mencukupi kita dan
sebaik-baik pelindung.”
Ibnu Jarir berkata, “Hatiku berkata bahwa
orang tua itu adalah orang miskin. Dialah penemu kantong dinar tersebut dan
ingin memperoleh sedikit darinya. Aku menguntitnya sampai dia tiba di rumahnya.
Ternyata dugaanku benar, aku mendengarnya memanggil, ‘Wahai Lubabah’. Istrinya
menjawab, ‘Baik Abu Ghiyats’. Orang itu berkata lagi, “Baru saja aku berjumpa
dengan pemiliki kantong yang mengumumkan kehilangan kantong ini, tetapi dia
tidak mau memberi penemunya sedikit pun. Aku telah mengatakan kepadanya untuk memberi
seratus dinar, tapi ia menolak dan menyerahkan urusannya kepada Allah. Apa yang
harus aku lakukan wahai Abu Lubabah? Haruskah dikembalikan? Aku takut kepada
Allah. Aku takut dosaku bertumpuk-tumpuk.”
Lubabah, istrinya menjawab, “Suamiku, kita
telah menderita kemiskinan selama 50 tahun. Kamu mempunyai empat anak
perempuan, dua saudara perempuan, aku istrimu dan juga ibuku, lalu kamu yang
kesempbilan. Kita tidak mempunyai kambing, tidak ada padang gembala. Ambil
semua uangnya. Kenyangkan kami, karena kami semua lapar. Beli pakaian untuk
kami. Kamu lebih mengerti tentang keadaan kita. Dan semoga Allah membuatmu kaya
sesudah itu. Maka kamu bisa mengembalikan uang itu setelah kamu memberi makan
keluargamu, atau Allah melunasi utangmu ini di hari kiamat.”
Pak tua itu berkata pada istrinya, “Apakah
aku makan barang haram setelah aku menjalani hidup selama 86 tahun? Aku
membakar perutku dengan neraka setelah sekian lama aku bersabar atas
kemiskinanku dan mengundang kemarahan Allah, padahal aku sudah di ambang pintu
kubur. Demi Allah aku tidak akan melakukannya.”
Ibnu Jarir berkata, “Aku pergi dengan
terheran-heran terhadap bapak tua itu dan istrinya. Keesokan harinya pada waktu
yang sama dengan kemarin, aku mendengar pemiliki dinar mengumumkan, “Wahai
penduduk Mekah, wahai para jamaah haji, wahai tamu-tamu Allah dari desa maupun
dari kota, siapa yang menemukan sebuah kantong berisi seribu dinar, maka
hendaknya dia mengembalikannya kepadaku dan baginya balasan pahala dari Allah.”
Bapak tua itu berdiri dan berkata, “Hai orang
Khurasan, kemarin aku telah mengatakan kepadamu, aku telah memberimu saran. Di
kota kami ini, demi Allah, tumbuh-tumbuhan dan ternaknya sedikit. Bermurah
hatilah sedikit kepada penemu kantong itu sehingga dia tidak melanggar syariat.
Aku telah mengatakan kepadamu untuk memberi orang yang menemukan kantong
tersebut seratus dinar, tetapi kau menolaknya. Jika uang tersebut ditemukan
oleh seseorang yang takut kepada Allah, apakah sudi kau memberinya sepuluh
dinar saja, bukan seratus dinar? Agar bisa menjadi penutup dan pelindung
baginya dalam kebutuhannya sehari-hari.”
Orang Khurasan itu menjawab, “Tidak. Aku
berharap pahala hartaku di sisi Allah dan mengadukannya pada saat kita bertemu
dengan-Nya. Dialah yang mencukupi kami dan Dialah sebaik-baik penolong.”
Orang tua itu menariknya sambil berkata,
Kemarilah kamu. Ambillah dinarmu dan biarkan aku tidur di malah hari. Aku tidak
pernah tenang sejak menemukan harta itu.”
Ibnu Jarir berkata, “Orang tua itu pergi
bersama pemiliki dinar. Aku membuntuti keduanya hingga orang tua itu masuk
rumahnya. Dia menggali tanah dan mengeluarkan dinar itu. Dia berkata, ‘Ambil
uangmu. Aku memohon kepada Allah agar memaafkanku dan memberiku rezeki dari
karunia-Nya’.”
Orang Khurasan itu mengambil dinarnya, dan
ketika dia hendak keluar, ia kembali bertanya, “Pak tua, bapakku wafat -semoga
Allah merahmatinya- dan meninggalkan untukku tiga ribu dinar. Dia mewasiatkan
kepadaku, ‘Ambil sepertiganya dan berikan kepada orang yang paling berhak
menerimanya menurutmu’. Maka aku menyimpannya di kantong ini sampai aku
memberikannya kepada yang berhak. Demi Allah, sejak aku berangkat dari Khurasan
sampai di sini aku tidak melihat seseorang yang lebih berhak untuk menerimanya
kecuali dirimu. Ambillah! Semoga Allah memberkahimu. Semoga Allah membalas
kebaikan untukmu atas amanahmu dan membalas kesabaranmu atas kemiskinanmu.”
Lalu dia pergi dan meninggalkan dirinya.
Bapak tua itu menangis. Dia berdoa kepada
Allah, “Semoga Allah memberi rahmat kepada pemiliki harta di kuburnya. Dan
semoga Allah memberi berkah kepada anaknya.”
Ibnu Jarir berkata, “Maka aku pun
meninggalkan tempat itu dengan berjalan di belakang orang Khurasan itu, tetapi
Abu Ghiyats menyusulku dan meminta kembali. Dia berkata kepadaku, ‘Duduklah,
aku melihatmu mengikutiku sejak hari pertama. Kamu mengetahui berita ini
kemarin dan hari ini. Dari Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Umar dan Ali radhiallahu ‘anhuma,
“Apabila Allah memberi kalian berdua hadiah tanpa meminta dan tanpa
mengharapkan, maka terimalah dan jangan menolaknya. Karena jika demikian, maka
kalian berdua telah menolaknya kepada Allah”. Dan ini adalah hadiah dari Allah
bagi siapa saja yang hadir.”
Abu Ghiyats lalu memanggil, “Wahai Lubabah,
wahai Fulanah, wahai Fulanah.” Dia memanggil putri-putrinya, dua saudara
perempuannya, istrinya dan mertuanya. Dia duduk dan memintaku untuk duduk. Kami
semua bersepuluh. Dia membuka kantong dan berkata, “Beberkan pengakuan kalian.”
Maka aku membeberkan pengakuanku. Adapun mereka, karena tidak memiliki pakaian,
maka mereka tidak bisa membentangkan pengakuan mereka. Mereka menadahkan tangan
mereka. Pak tua itu mulai menghitung dinar demi dinar, sampai pada dinar
kesepuluh dia memberikannya kepadaku sambil berkata, “Kamu dapat dinar.” Isi
kantongnya yang seribu dinar itu pun habis dan aku diberinya seratus dinar.
Ibnu Jarir berkata, “Kebahagian mereka atas
karunia Allah lebih membahagiakan diriku daripada mendapatkan 100 dinar ini.
Manakala aku hendak pergia, dia berkata kepadaku, “Anak muda, kamu penuh
berkah. Aku tidak pernah melihat uang ini dan juga tidak pernah memimpikannya.
Aku berpesan kepadamu bahwa harta itu halal, maka jagalah dengan baik.
Ketahuilah, sebelum ini aku shalat subuh dengan baju usang ini. Kemudia aku melepasnya
sehingga anakku satu per satu bisa memakainya untuk shalat. Lalu aku pergi
bekerja antara zuhur dan asar. Pada petang hari aku pulang dengan membawa
rezeki yang diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadaku, kurma dan beberapa
potong roti. Kemudian aku melepas pakaian usang ini untuk digunakan shalat
zuhur dan asar oleh putri-putriku. Begitu pula shalat maghrib dan isya. Kami
tidak pernah membayangkan melihat dinar-dinar ini. Semoga harta ini bermanfaat,
dan semoga apa yang aku dan kamu ambil juga bermanfaat. Semoga Allah merahmati
pemiliknya di kuburnya, melipatgandakan pahala bagi anaknya, dan berterima
kasih kepadanya.”
Ibnu Jarir berkata, “Aku berpamitan
dengannya. Aku telah mengantongi seratus dinar. Aku menggunakannya untuk biaya
mencari ilmu selama dua tahun. Aku memenuhi kebutuhanku sehari-hari. Aku
membeli kertas, bepergian dan membayar ongkosnya dengan uang itu. Enam belas
tahun kemudian aku kembali ke Mekah. Aku bertanya tentang bapak tua itu dan
ternyata dia telah wafat beberapa bulan setelah peristiwa itu. Begitu pula
istrinya, mertuanya, dan dua saudara perempuanya, semuanya telah wafat kecuali
putri-putrinya. Aku bertanya tentang mereka. Ternyata mereka telah menikah
dengan para gubernur dan raja. Hal itu karena berita kebaikan orang tuanya yang
menyebar di seantero negeri. Aku singgah di rumah suami-suami mereka dan mereka
menyambutku dengan baik, memuliakanku, hingga Allah mewafatkan mereka. Semoga
Allah memberkahi mereka dengan apa yang mereka dapat.”
Firman Allah Ta’ala, “Demikianlah diberi
pengajaran kepada orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa
bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan
memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka. Dan barangsiapa bertawakkal
kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya.”
Lihatlah bagaimana rezeki yang didapatkan Abu
Ghiyats, rezeki yang Allah tetapkan tidak berkurang karena kejujuran dan tidak
pula bertambah dengan kebohongan atau dusta demikian pula jatah rezeki tersebut
tidak bertambah dengan Korupsi.
MUTIARA
HIKMAH
Jika jujur
merupakan sikap mulia dan dusta suatu sikap yang hina-dina, betapa pentingnya
kita memahami bahwa kejujuran adalah timbangan allah untuk mengukur nilai
keadilan. Adapun dusta adalah timbangan setan yang mengajak kepada kedhaliman.
Para alim
ulama dan ahli zuhud serta ahli hikmah sangat anti terhadap kedustaan karena
mengurangi harga diri dan merendahkan jati diri. Oleh sebab itu Ibnu Samak
berkata,”Saya tidak mengira bila diriku bisa disewa untuk kedustaan karena saya
meninggalkannya dengan penuh ketidak sukaan kepadanya.”
Sebagian
yang lain berkata,”Tidak mungkin seorang yang berakal berdusta sebab hal itu
merusak muru’ah, apalagi melakukan dosa dan maksiat.”
Imam
Sya’bi berkata:”Tetaplah kalian berada diatas kejujuran meskipun terlihat
merugikan maka ketahuilah suatu ketika berguana bagimu. Dan hati-hatilah dari
berdusta meskipun terlihat menguntungkan ketahuilah suatu saat akan merugikan
kamu.”
Sebagian
orang jujur berkata:”Kejujuran bukti ketakwaan,keindahan dalam bicara dan
kesempurnan perkara agama dan dunia.”
Dalam
kata-kata mutiara berbunyi:”Segala sesuatu memiliki hiasan dan hiasan
pembicaraan adalah kejujuran.”
Ahli
hikmah berkata:”Barang siapa yang jujur tutur katanya maka akan selalu benar
hujjah-hujjahnya.”
Dari
Muhalab bin Abu Shafrah bekata:”Tidak ada pedang di tangan ksatria yang lebih
hebat dari pada kejujuran.”
Sebagian
ahli adap berkata:”Sebaik-baik perkataan adalah orang yang bearkata jujur dan
orang yang mearndengar mengambil manfaat.”
Sebagian
mereka berkata, ”Mati membawa kejujuran lebih baik daripada hidup bersama
kedusaan.”
Di antara
kata-kata mutiara adalah ucapan sebagian ahli balaghah, ”Bila dilukiskan maka
kejujuran adalah laksana singa yang meraung dan kedustaan adalah serigala yang
menguak. Kamu berada di kandang singa yang gagah maka itu lebih baik daripada
kamu berada dikandang serigala.”
Semoga Allah memasukkan kita kedalam golongan
orang-orang yang senantiasa berbuat jujur, baik dalam perkataan dan perbuatan
kita. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurrah kepada Nabi Muhammad
beserta keluarga, sahabat dan orang-orang yang tsiqah dala mengikuti manhaj
beliau sampai hari kiamat.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas , maka dapat kita simpulkan bahawa
islam merupakan agama paling sempurna dan sebagai penyempurna ajaran – ajaran
tauhid sebelum Rasulullah SAW. Dalam islam , kita selalu daiajarkan dan menjadikan
suatu keharusan untuk senantiasa berbuat baik kepada diri sendiri mauaoun orang
lain . salah satunya adalah perilaku jujur. Setiap umat islam harus mempunyai
perilaku jujur dalam segala hal. Karena telah dijelaskan dalam firman ALLAH SWT
maupun sunnah bahwa terdapat keberkahan
dalam setiap kejujuran . karena dalam jujur kita dilatih untuk berperilaku
terbuak , baik dan mamu mengikhlaskan hal yang terkadang begitu berharg a bagi
kita . dengan sifat dan sikap yang jujur pula maka akan dibukakan oleh Allah
SWT pintu – pintu rahmat dan keberkahan
.
Maka
dari itu , kita sebagai umat islam harus senantiasa berperilaku jujur dan
fastabihul khairat.
B.
Saran
·
Hindari sikap dusta
karena itu merupakan awal dari kehancuran umat manusia
·
Mari kita jujur dalam segala hal dan keadaan ,jangan
sampai terprofokasi”yang jujur ga makan “ itu tidak benar
·
Akuilah dan jujur bahwa Allah adalah Tuhan kita .kita
adalah hambanya maka marilah kita beribadah dengan sepenuh jiwa ,ikhlas hanya
karena mengharap ridho-Nya
- Mulailah
bersikap jujur dari sekarang.
- Selalu
bersikap jujurlah walau itu pahit. Karena dengan tidak jujur, masalah
tidak akan selesai. Justru akan menambah masalah pada kita.
- Ingatlah bahwa Allah selalu
tahu, walaupun itu tak tampak.
DAFTAR
PUSTAKA
(2)
Abatasa.
http://dahlan.abatasa.com/post/detail/2236/makna-sebuah-kejujuran
(5)
Tafsir Ibnu Katsir 4/160
(6)
Qur’an surat : At-Taubah: 119
(8)
HR. Al-Bukhari no. 6094 dan Muslim no. 2607
(9)
HR. Al-Bukhari no. 33 dan Muslim no. 107
(10) HR.
Abu Dawud no. 4991, dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani t
(12) Tahzhib
Madarijus salikin hal. 399.